Berbagai training dalam pembuatan Transfer Pricing Documentation barangkali sudah sering kita dengar dan baca, penulis sendiri pernah mengikuti beberapa workshop mengenai Transfer Pricing Documentation baik lokal maupun luar negeri. Dari sekian banyak informasi yang didapat tsb seharusnya penulis dapat menyimpulkan Transfer Pricing Documentation yang bagaimana yang seharusnya cukup memadai dan bisa diterima oleh pihak Tax Authority khususnya Tax Auditor.
Dari beberapa klien yang pernah ditemui, mereka sering bertanya. Apakah setelah membuat Transfer Pricing Documentation tidak diperiksa lagi ? Atau mengapa Transfer Pricing Documentation saya dengan harga sangat mahal (sampai ratusan juta rupiah) tetapi masih dikoreksi oleh pemeriksa ?
Padahal seharusnya pembuatan Transfer Pricing Documentation itu tidaklah semahal yang diperkirakan. Apalagi nanti (hasil pertemuan dengan anggota DPR, menurutnya) rencananya bahwa tarif pajak PPh Badan Indonesia akan diturunkan menjadi 18% (17,8%-17,5%), bahkan isu ekstrimnya lagi bahwa indonesia akan menjadi negara yang tarif pajaknya relatif lebih rendah dari kebanyakan negara. Bisa dibayangkan akan banyak negara yang tarif pajaknya tinggi akan membuka “SPV (Special Purpose Vehicle)” di Indonesia, jadi bagaimana dengan permasalahan Transfer Pricing, kemungkinan tidak ada lagi kasus TP di Indonesia karena konsep sederhana TP itu adalah konsep memindahkan pajak laba perusahaan afiliasi dari tarif pajak tinggi ke negara yang memiliki tarif pajak rendah.
Dari hasil pertemuan menteri-menteri keungan ASEAN di Bali tahun 2011, terkuak bahwa perbandingan data tarif PPh Badan menunjukkan bahwa hampir seluruh negara ASEAN berusaha menurunkan tarif PPh Badannya kecuali Filipina, Thailand dan Laos.
Indonesia melakukan hal yang sama dengan secara bertahap menurunkan tarif PPh Badan dari 30% untuk tahun pajak 2008 menjadi 28% untuk tahun pajak 2009 dan 25% untuk tahun pajak 2010 dalam rangka menjaga tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN.
Tarif PPh Badan terendah dimiliki oleh Singapura sebesar 17% (Suska dan Yuventus Efendi, 2011).
Sebelum DPR mengesahkan tarif pajak tsb, memang sampai saat ini kendala-kendalan masalah Transfer Pricing masih sering dihadapi para wajib pajak ketika dilakukan pemeriksaan terutama dengan Transfer Pricing Documentation yang telah dibuat dan disubmit ke pemeriksa.
Sebagai mantan Tax Auditor (lebih 18 tahun), pernah sebagai tim QA (Quality Assurance) di Kanwil Wajib Pajak Besar yang menangani khusus masalah TP, pernah jadi Ketua Tim Pemeriksaan khusus masalah TP, juga pernah menjadi bagian dari Task Force DJP masalah TP di Kanwil Wajib Pajak Besar, dan menjadi ketua tim pemeriksaan dalam rangka keberatan wajib pajak *), penulis tidak bisa pungkiri bahwa memang ada beberapa perbedaan sudut pandang dan cara melihat kasus Transfer Pricing ini terutama dalam membaca dan meriviu TP Documentation.
Berdasarkan pengalaman penulis ada beberapa hal yang sering menjadi ranah dispute.
3 Masalah terbesar yang sering timbul adalah :
- Agregasi dan Segregasi
- Analisa FAR
- Pemilihan Pembanding
Agregasi dan Segregasi
Sederhananya, agregasi adalah gabungan transaksi dan segregasi adalah transaksi per transaksi. Seperti disebutkan dalam Par. 3.10 OECD Guideline, bahwa dalam rangka mendapatkan suatu pendekatan atau perkiraan yang tepat atas suatu kondisi harga atau laba yang wajar, pendekatan atas dasar transaksi per transaksi lebih tepat digunakan, tetapi OECD juga berpendapat bahwa jika memang sulit, dapat dilakukan pendekatan agregasi yaitu dalam kondisi transaksi-transaksi tersebut terdapat keterkaitan yang erat atau berkesinambungan dengan transaksi lainnya.
Analisa FAR
Analisis Fungsi merupakan pemetaan atas fakta-fakta yang relevan secara ekonomi dan karakteristik transaksi afiliasi dengan mernperhatikan fungsi, aset, dan risiko, serta pengalokasian atas fungsi, aset, dan risiko antara pihak-pihak yang terkait dalam transaksi afiliasi sehingga dapat diketahui karakteristik setiap pihak secara tepat.
Pemilihan Pembanding
Sebenarnya pemilihan pembanding ini tergantung dari sejauh mana analisa FAR dilakukan dengan setepat-tepatnya sehingga tidak menjadi masalah serius dan menjadi ranah dispute dengan pemeriksa pajak. Karena dengan memahami FAR, tentunya KLU (Klasisifikasi Lapangan Usaha) atau SIC (Standard Industrial Classification) dapat didapat dan akhirnya dapat ditentukan pembanding dengan menggunakan database pembanding.
Dari ketiga masalah tersebut bisa dikerucutkan, karena kunci terbesar di dalam penyusunan Transfer Pricing Documentation adalah analisa FAR, dari analisa FAR bisa diketahui apakah harus segregasi atau agregasi, dan dengan analisa FAR juga dapat ditentukan pembanding yang tepat.
Pedoman pelaksanaan analisis fungsional (dalam peraturan perundang-undangan disebut dengan analisis fungsi) bagi Pemeriksa diatur lebih lanjut dalam Lampiran I SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa tapi walaupun demikian masih saja ada pemeriksa pajak yang belum melakukannya dengan sepenuhnya benar. Mengapa?
Karena Pemeriksa Pajak perlu mempelajari beberapa sumber informasi antara lain :
Bagan organisasi (organizational chart). Fungsi secara luas dapat diidentifikasi menggunakan bagan organisasi Wajib Pajak.
Daftar seluruh pegawai, deskripsi tugas, dan kewenangan dari para pegawai yang terlibat dalam fungsi yang mempunyai relevansi secara ekonomi.
Laporan keuangan auditan. Laporan keuangan yang tersegmentasi (baik segmentasi berdasarkan fungsi ataupun berdasarkan independensi transaksi).
Dokumen kebijakan harga perusahaan grup (global pricing policy document).
Kontrak lisensi harta tak berwujud untuk mengetahui pihak-pihak yang memiliki harta tak berwujud serta identifikasi pembayaran/ penghasilan royalti kepada/dari pihak yang memiliki Hubungan Istimewa (Amalia Indah Sujarwati dan Riko Riandoko, 2013)
Dari pengalaman penulis, pemeriksa pajak dengan bermacam kendalanya, seperti misalnya terbatasnya waktu pemeriksaan (terutama pemeriksaan SPT Lebih Bayar) dan beban pemeriksaan yang begitu berat dan banyak, mengakibatkan proses analisa FAR ini tidak dilakukan dengan tepat atau kurang tepat sehingga terjadilah dispute antara wajib pajak dengan pihak fiskus terutama dalam mereview Transfer Pricing Documentation wajib pajak.
Bagaimana membuat TP Doc yang memadai bagai Tax Auditor, tentunya tidak ada satupun yang bisa memastikan dan menjamin bahwa suatu TP Doc itu bebas dari koreksi tetapi yang terpenting adalah selama kita bisa memahami dan menerapkannya dengan benar aturan-aturan mengenai Transfer Pricing seperti PER-32/PJ/2011, PER-22/PJ/2013, dan SE-50/PJ/2013 seharusnya tax auditor bisa menerima.
Sumber : http://www.taxbrite.co.id/#!tp-documentation-yang-memadai/c1b14