Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan diminta lebih berani dan tegas dalam memberantas praktik mengecilkan keuntungan untuk mengurangi kewajiban pajak atau transfer pricing yang marak dilakukan oleh korporasi. Jika hal tersebut bisa dilakukan maka pemerintah bisa menyelamatkan potensi penerimaan pajak yang hilang sekitar Rp 2.000 triliun per tahun.
Anggota Komisi XI DPR Sadar Subagyo mengatakan saat ini tax ratio Indonesia masih berkutat di angka 12 persen. "Padahal angka itu bisa ditingkatkan hingga 20% jika transfer pricing diberangus karena praktik tersebut juga menjadi penyebab melesetnya penerimaan pajak selama ini,” ujarnya kepada CNN Indonesia, Rabu (24/9).
Sadar menjelaskan ada tiga modus transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan yang menjadi wajib pajak, yaitu dengan menaikan biaya produksi dan operasional, menurunkan harga jual produk, dan menaikan biaya.
“Di sektor batubara misalnya. Kalau BUMN saja bisa untung 30 persen, masa ada swasta yang tidak sampai 10 persen keuntungannya,” ungkapnya.
Untuk itu, Kementerian Keuangan perlu membuat standarisasi penghitungan biaya usaha di semua sektor usaha sebagai basis penarikan pajak. “Kalau standarisasi biaya ini dilakukan, maka tax ratio bisa naik 16 persen sampai 18 persen dalam 3-5 tahun,” tandasnya.
Selain memberantas transfer pricing, Sadar juga mengusulkan penambahan 20.000 petugas baru untuk mengoptimalkan pengawasan dan penagihan pajak. Sehingga diharapkan cakupan objek pajak dapat diperluas atau ditingkatkan hingga ke sektor dan wilayah yang belum terjamah.
“Tanpa harus mengubah proses bisnis dengan menambah 20.000 petugas pajak baru saya perkirakan bisa meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp 200 triliun,” kata Sadar. Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengeluhkan kurangnya jumlah pegawai pajak dan kantor pajak di seluruh Indonesia. Menurutnya, saat ini jumlah pegawainya hanya 32.000 orang namun harus melayani 240 juta penduduk.
Kodrat Wibowo, Ekonom Universitas Padjajaran, menilai transfer pricing merupakan hal yang umum terjadi di tengah kondisi Direktorat Jenderal Pajak yang belum optimal dan minim kapasitas. Namun, tidak semua kebocoran penerimaan dianggap transfer pricing karena ada faktor lain yang juga mempengaruhi kondisi ekonomi pelaku usaha.
"Bisa karena gangguan ekonomi karena krisis global dan lain-lain yang pada akhirnya menurunkan keuntungan pengusaha," ujarnya.
Intinya, lanjut Kodrat, pemerintah perlu berbenah dengan memperbaiki kinerja penerimaan negara. Caranya bisa dimulai dengan memperbaiki basis data perpajakan yang selama ini belum mencerminkan kondisi perpajakan di Tanah Air. "Direktorat Jenderal Pajak juga perlu beralih ke PPh individu, jangan hanya mengandalkan PPh badan," kata Kodrat.
Sumber : http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20140924170223-78-4274/berantas-transfer-pricing-penerimaan-pajak-bisa-lebih-besar/